Dies Natalis Ikatan Cendekiawan Muda Akuntansi (ICMA)

Dies Natalis Ikatan Cendekiawan Muda Akuntansi (ICMA) yang ke-4, komunitas akademisi dan praktisi akuntansi kembali berkumpul untuk merefleksikan perjalanan dan kontribusi akuntansi dalam perkembangan dunia bisnis modern. Perayaan ini bukan sekadar memperingati usia organisasi, melainkan sebuah momen refleksi untuk membangun visi ke depan yang relevan dengan dinamika bisnis masa kini, khususnya di era digital yang kian kompleks dan dinamis.
Perayaan Dies Natalis ini dengan bangga diselenggarakan di Provinsi Jawa Timur, dan kehormatan sebagai tuan rumah dipercayakan kepada Universitas Katolik Darma Cendika. Tema yang diusung dalam perayaan kali ini, “The Role of Accounting in Supporting Business Sustainability in the Digital Era,” sangat menegaskan posisi strategis profesi akuntansi dalam menghadapi tantangan global dan peluang teknologi digital. Akuntansi sebagai bahasa bisnis tidak hanya berfungsi sebagai alat pencatatan keuangan semata, melainkan juga sebagai penggerak perubahan untuk memberikan informasi yang akurat, transparan, dan relevan bagi pengambilan keputusan yang mendukung keberlanjutan perusahaan dan lingkungan bisnis secara luas. Kehadiran Prof. Dr. Maria Widyastuti, M.M. (WR 1 Bidang Akademik Universitas Katolik Darma Cendika) yang menyampaikan orasi ilmiah, Prof. Dr. Lilik Purwanti, M.Si., CSRS., CSRA., Ak., CA dari FEB Universitas Brawijaya dan Dr. Effiezal Abdul Wahab dari Curtin University of Technology menambah kekayaan wawasan dalam diskusi mengenai peran akuntansi di masa depan.
Di era digital saat ini, praktik akuntansi menghadapi berbagai tantangan dan perubahan yang cepat termasuk kebutuhan untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dalam upaya mendukung keberlanjutan bisnis. Prof. Dr. Lilik Purwanti menyampaikan bahwa praktik akuntansi tidak hanya berbicara tentang aspek teknis pencatatan dan pelaporan keuangan, tetapi juga melibatkan dimensi sosial dan budaya yang menjadi fondasi bagi kepercayaan dan etika bisnis. Penelitian kualitatif menjadi metode yang tepat untuk menggali bagaimana nilai-nilai lokal dapat terpadu dalam praktik akuntansi, khususnya dalam konteks keberlanjutan bisnis di era digital yang kompleks dan dinamis.
Budaya lokal memiliki peran sentral dalam membentuk etika, norma, dan perilaku bisnis yang berkelanjutan. Misalnya, nilai kejujuran, amanah, dan tanggung jawab yang dipegang kuat oleh masyarakat lokal dapat menjadi dasar pijakan dalam praktik akuntansi yang transparan dan akuntabel. Pada kenyataannya, pengintegrasian nilai-nilai budaya ini tidak hanya memperkaya kualitas pelaporan keuangan, tetapi juga mampu meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan serta mendukung pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan.
Dalam praktiknya, tantangan yang muncul berkaitan dengan perbedaan budaya yang mempengaruhi persepsi terhadap pelaporan, audiensi, serta kepatuhan terhadap regulasi. Penelitian kualitatif memfasilitasi pemahaman mendalam mengenai bagaimana karyawan, manajer, dan komunitas dalam organisasi memaknai dan mengimplementasikan nilai budaya dalam aktivitas akuntansi mereka. Misalnya, di Bali, budaya lokal yang kuat dan nilai sosial-ekonomi komunitas sangat mempengaruhi bagaimana pelaporan keuangan dilakukan agar sesuai dengan norma dan kepercayaan masyarakat setempat. Selain itu, penggunaan teknologi digital harus diselaraskan dengan budaya lokal agar tidak merusak nilai-nilai luhur tersebut. Sebagaimana disebutkan, meskipun ada transformasi digital, aspek kejujuran, amanah, dan kompetensi masih menjadi landasan utama dalam akuntansi. Pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi secara komprehensif bagaimana integrasi nilai budaya dan penggunaan teknologi ini dapat menciptakan praktik akuntansi yang tidak hanya efektif tetapi juga berkelanjutan secara sosial dan ekologi.
Integrasi nilai budaya lokal dalam praktik akuntansi merupakan kunci keberlanjutan bisnis di era digital. Penelitian kualitatif sangat penting dalam mengungkap secara mendalam bagaimana nilai budaya dapat diaplikasikan secara nyata dalam akuntansi, sehingga praktik tersebut tidak hanya memenuhi aspek teknis dan regulasi, tetapi juga membangun kepercayaan dan keberlanjutan jangka panjang. Mengingat era digital membawa perubahan yang cepat, sinergi antara nilai budaya dan teknologi akan menjadi fondasi utama dalam menciptakan akuntansi yang beretika, transparan, dan berkelanjutan. (Yohanes Halan)